Kamis, 04 Juli 2013

doa

Saat ini,
mungkin aku tak mampu,
untuk selalu berada di dekatmu.
Memelukmu setiap saat kau lelah.
Menopang penatmu sampai kau merasa lega.
Menenangkan gelisahmu
sampai kau merasa lebih baik dari sebelumnya.
Maafkan aku,
karena saat ini aku memang belum mampu.
Namun ingatlah ini, Sayang.
Meski aku belum mampu selalu berada dekat denganmu.
Meski aku belum mampu selalu ada saat kau butuh aku.
Meski aku belum mampu untuk menenangkan segala resahmu.
Doaku selalu kukirim tanpa ada jeda waktu.
Aku ingin seburuk apapun keadaan di sana,
hatimu akan selalu merasa baik-baik saja.
Sadarilah,
doa adalah payung paling teduh,
untuk melindungi kita dari kelabunya dunia.
Jangan pernah lupa,
aku mencintaimu selalu.
aku mencintaimu selalu.
aku mencintaimu selalu.
Dan namamu,
adalah kata yang paling sering dilafadzkan bibirku.
Semoga saja,
Tuhan tak pernah bosan mendengarnya.

terkadang karya Tia Setiawati Priatna

Terkadang aku tak terlalu menyukai diriku sendiri;
yang begitu terlalu mencintaimu,
sedangkan kau hanya sibuk berdiam diri.
Terkadang aku pun bisa begitu bodoh melakukan segala hal yang kau suka.
Sampai aku lupa, bahwa menjadi diri sendiri, lebih menenangkan hati.
Terkadang aku sampai di tahap berpura-pura.
Karena ‘cinta-sendiri’ ternyata adalah luka yang begitu perih;
sampai tak kuasa kutahan lagi.
Maka sudah lah, sudahi saja.
Mari menapaki jalan cinta yang benar, yang disiapkan Tuhan.
Karena luka yang terlalu, sungguh tak perlu.
Karena cinta tak pernah memilih harus mendarat di hati yang mana. Namun ia layak untuk ada, pada mereka yang memperlakukannya dengan istimewa.
Dengan siapapun kita nanti, berbahagialah.
Karena tak ada cinta yang pantas kau buat selamanya kecewa,
lalu perlahan menderita.
Terkadang, aku begitu ingin pergi.
Namun cinta membuatku belajar untuk setia dan bertahan setelahnya.

Ternyata, Beginilah Patah Hati


Kau tak akan bisa memulai sesuatu yang baru dengan sempurna,
apabila kau belum menutup yang lama dan merelakannya.
Sebelum jatuh cinta padamu,
kupikir patah hati itu perihal yang mudah untuk dihadapi, dijalani, dan diperbaiki.
Namun, kurasa aku salah.
Ternyata tidak, patah hati tak pernah mudah.
Aku mencoba mengalihkan pikiranku darimu.
Kau, orang yang telah mematahkan hatiku.
Hidup seharusnya mampu berjalan seperti biasanya, kan?
Karena bukan ragamu yang patah.
Maka aku membaca buku.
Aku menulis puisi.
Aku menulis cerita.
Aku makan makanan yang paling kusuka.
Aku meluangkan waktu bersama teman-teman terdekat.
Aku menyanyikan lagu-lagu.
Aku tertawa.
Namun tawa yang terasa pura-pura.
Ternyata memang tak pernah semudah itu.
Sampai suatu hari aku mendengar seseorang berbicara dengan lantang sekali.
Katanya,
‘Obat sakit hati paling sejati adalah penerimaanmu terhadap rasa sakit itu sendiri dan kerelaan untuk mengikhlaskan apapun yang kau pikir telah hilang dari hidupmu.’
Maka aku memulai semuanya dari awal lagi.
Lalu kemudian, kudengar dia berkata lagi :
‘Bagian tersulit bukanlah patah hati, namun kenyataan bahwa kau sedang menjalani patah hati itu sendiri.
Dan yang paling membunuhmu perlahan adalah kenyataan bahwa kehilangan ternyata begitu menyakitkan.
Lalu, duniamu terasa berputar di poros yang sama.
Masih saja dia, dia, dan dia.
Mungkin kau akan merasa telah sembuh sepenuhnya,
namun ketika kau melihat dia bersama yang lain,
kau sadar kau belum sama sekali sembuh.’
Maka aku akan berjalan saja perlahan-lahan.
Karena ternyata, memaksakan diri begitu melelahkan.
Patah hati ternyata begitu menyesakkan.